info@smam2almujahidin.sch.id 082157847999

Menuju Generasi Indonesia Emas 2045 : “Memperkukuh Moralitas Dengan Menyeimbangkan Intelektual, Emosional Dan Spiritual”

ZALFA RIZKIA ANDINI

Balikpapan, 08 Januari 2007

 DAPIL KALIMANTAN TIMUR

SMA MUHAMMADIYAH 2 AL-MUJAHIDIN BALIKPAPAN

zalfa.r.andin@gmail.com

LATAR BELAKANG

Ini kekeliruan dunia pendidikan kita, yang menganggap mata pelajaran sains lebih penting, dan mendiskriminasi budi pekerti. Akibatnya banyak anak cerdas yang justru terjerumus dalam narkoba, seks bebas, tawuran, dan korupsi ketika dewasa – Seto Mulyadi (Inspirasi Kata, 2022).

Sejak Indonesia merdeka, sistem pendidikan di negara ini telah mengalami perubahan besar. Proses panjang tersebut telah mengidentifikasi banyak tahapan evolusi sistem pendidikan yang masih sejalan dengan dinamika sosial, politik, dan ekonomi bangsa. seperti kebijakan pemerintah dan perkembangan infrastruktur yang memadai. Setelah indonesia merdeka, salah satu bidang utama pembangunan nasional Indonesia adalah pendidikan. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, yang mulai berlaku pada tahun 2003, menegaskan kembali komitmen untuk menyediakan pendidikan berkualitas tinggi bagi semua orang. Sebagaimana Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) di Indonesia menegaskan komitmen pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas, merata, dan terjangkau bagi seluruh warga negara Indonesia.

Dengan sumber daya alam yang berlimpah dan warisan budaya yang kaya, Indonesia kini mencetak babak baru dalam sejarah pendidikannya. Selain memberikan harapan, perkembangan positif terkini di bidang pendidikan juga merupakan titik balik yang signifikan dalam kemajuan Indonesia menuju masa depan yang lebih baik. Aspek pendidikan memegang peranan penting untuk mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045 sebagai “Negara Nusantara Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan” yaitu dengan menjadikan pendidikan sebagai sarana utama untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bangsa (Tirto.id, 2023). Pendidikan yang berkualitas menjadi kunci dalam mencetak sumber daya manusia yang terampil, kreatif, dan berdaya saing yang tinggi.

Dibalik itu semua, bangsa kita tidak hanya membutuhkan generasi penerus dengan latar belakang pendidikan akademik yang tinggi, namun pendidikan karakter juga diperlukan. Di era globalisasi saat ini kita bisa mengetahui berbagai kasus memalukan melalui berbagai media. Banyak generasi muda yang cerdas justru terjebak pada perilaku asusila yang sangat mengkhawatirkan bahkan meresahkan masyarakat, salah satunya seperti kenakalan remaja. Generasi muda yang berwatak tidak baik justru banyak yang lahir dari pendidikan. Hal tersebut dianggap sebagai akibat dari terabaikannya pendidikan karakter di Indonesia.

PERMASALAHAN

Selain fokus pada aspek akademik, pendidikan karakter menjadi prioritas dalam pembentukan generasi muda yang berkualitas. Banyak masyarakat Indonesia yang menganggap pendidikan akademik lebih penting sehingga lupa bahwa budi pekerti ialah fondasinya. Sebuah negara berada di ambang kehancuran, menurut pendidik karakter Universitas Cortland, Thomas Lickona, yang dijuluki sebagai “Bapak Pendidikan Karakter Amerika” (Kosim, 2012). Sepuluh tanda tersebut antara lain meningkatnya kekerasan remaja, budaya tidak jujur, munculnya sikap fanatik terhadap kelompok teman sebaya, menurunnya rasa hormat terhadap orang tua dan guru, semakin kaburnya moral baik dan buruk, memburuknya penggunaan bahasa, meningkatnya perilaku merusak diri sendiri, rendahnya rasa tanggung jawab pribadi dan sosial, menurunnya etos kerja, dan kecurigaan umum serta kurangnya kepedulian terhadap satu sama lain. Fakta bahwa jika sepuluh tanda tersebut telah menjadi budaya pada generasi muda di indonesia dan hal ini merupakan ancaman untuk visi Indonesia Emas 2045.

Padahal, pemerintah Indonesia telah meningkatkan alokasi anggaran untuk sektor pendidikan serta membuat program-program reformasi pendidikan seperti adanya pelajaran kewarganegaraan dan agama serta penggunaan teknologi dalam belajar demi meningkatkan standar dan kualitas pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa tujuan pendidikan karakter di sekolah yang dibangun melalui pendidikan kewarganegaraan dan agama belum berhasil dalam membentuk anak yang bermoral. Pendidikan kewarganegaraan dan agama belum menyentuh internalisasi dan tindakan bermakna dalam kehidupan sehari-hari, namun hanya sekedar pengenalan standar atau nilai. Robohnya karakter pada masyarakat Indonesia juga dapat dibuktikan sebagaimana ditulis oleh (Gerintya, 2019) dengan adanya riset yang dilakukan oleh Alain Cohn, dkk. Mereka melakukan penelitian tingkat kejujuran suatu masyarakat di 355 kota pada 40 negara dengan cara mengaku menemukan dompet hilang yang berisikan uang dan identitas pemilik  lalu menyerahkannya kepada orang lain. Dari eksperimen tersebut membuktikan bahwa Indonesia mendapatkan peringkat-33 dari 40 negara.

PEMBAHASAN

Pendidikan karakter adalah pendekatan pendidikan yang bertujuan untuk mengembangkan karakter dan moralitas siswa. Di Indonesia, telah dilakukan upaya untuk memasukkan pendidikan karakter ke dalam kurikulum melalui penggunaan berbagai istilah seperti Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Agama Islam serta agama-agama lainnya. Mengingat perpres No. 87 tahun  2017  disebutkan  bahwa Indonesia  sebagai bangsa  yang berbudaya merupakan  negara  yang menjunjung    tinggi  akhlak  mulia,  nilai-nilai  luhur, kearifan,  dan  budi  pekerti. Karena harus dipahami bahwa membentuk orang-orang cerdas saja tidak cukup moral dan orang yang berperilaku baik juga diperlukan.

Terlalu menekankan pendidikan akademik saja dapat membuat siswa mengalami banyak tekanan dan stres.  Membangun keseimbangan yang sehat antara pendidikan karakter dan pendidikan akademik sangat penting untuk menghasilkan manusia yang berkualitas tinggi dan kompetitif dalam masyarakat, sebagaimana visi Indonesia Emas 2045. Pendidikan bertujuan untuk membangun prinsip-prinsip moral dan karakter di samping menanamkan pengetahuan dan kemampuan akademik.

Demi terwujudnya Indonesia Emas 2045, kita bisa mengambil contoh pada pendidikan karakter di Jepang. Pada konsep “Regarding self” sering kali mengacu pada pengembangan kesadaran diri, tanggung jawab pribadi, dan etika dalam hubungannya dengan individu dan Masyarakat (Rafikaziyana, 2021). Dalam pendidikan karakter di Jepang, penting untuk memperkuat kesadaran diri siswa terhadap peran dan tanggung jawab mereka dalam masyarakat, serta mendorong mereka untuk mengembangkan kualitas seperti kemandirian, kerja keras, keberanian, dan kejujuran. Di Jepang, pendidikan moral yang dikenal sebagai “Dokutoku-kyoiku” menggabungkan prinsip-prinsip moral dan etika di seluruh kurikulum. Jepang memiliki pendekatan yang berbeda terhadap pendidikan moral dibandingkan di Indonesia, yang biasanya diajarkan sebagai mata pelajaran terpisah. Alih-alih hanya diajarkan secara teoritis, cita-cita tersebut dijalani setiap hari. Artinya, selain mengajarkan prinsip-prinsip moral kepada siswanya, pendidik juga mendorong prinsip-prinsip tersebut untuk diterapkan dalam interaksi dan perilaku sehari-hari. Metode ini menjamin bahwa pendidikan moral merupakan komponen penting dari pengalaman pendidikan siswa dan juga bagian dari kurikulum. Karakter bangsa Jepang yang bercirikan kedisiplinan, ketekunan, kejujuran, kerja keras, toleransi yang tinggi, dan sifat-sifat lainnya dikembangkan melalui dootoku-kyoiku.

Dalam dunia pendidikan, mengembangkan manusia yang sehat secara mental dan emosional juga sama pentingnya dengan mencapai keberhasilan akademik. Begitu pula dengan mengembangkan spiritualitas yang mengacu pada kemampuan individu untuk memahami, menghayati, dan menerapkan nilai-nilai spiritual dalam kehidupan. Generasi muda dengan kecerdasan emosional dan spiritualitas yang tinggi umumnya lebih mampu menangani tekanan, stres, dan kesulitan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari. Tidak hanya Intelligence Quotient (IQ),  program yang disediakan sekolah juga harus mendukung Emotional Quotient (EQ) dan Spirituality Quotient (SQ) pada generasi muda. Hal ini juga  dapat dilakukan dengan mengadakan berbagai program pendidikan kecerdasan emosional dan spiritual, menciptakan ruang yang aman bagi siswa untuk mengekspresikan perasaannya, dan mendorong mereka untuk terlibat dalam kegiatan positif yang dapat meningkatkan EQ dan SQ mereka.

 Dengan membangun keseimbangan tersebut juga akan membantu mencegah perilaku buruk seperti kenakalan remaja karena generasi yang berkarakter kuat biasanya lebih siap untuk melawan tekanan dan godaan dalam kehidupan sehari-hari. Kombinasi antara Intelligence Quotient (IQ), Emotional Quotient (EQ), dan Spirituality Quotient (SQ) merupakan fondasi bagi individu yang seimbang dan sukses dalam berbagai aspek kehidupan.

KESIMPULAN

Aspek pendidikan memegang peranan penting untuk mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045 sebagai “Negara Nusantara Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan” yaitu dengan menjadikan pendidikan sebagai sarana utama untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Dibalik itu semua, banyak generasi muda yang cerdas justru terjerumus perilaku asusila seperti kenakalan remaja. Hal itu membuktikan, bahwa penerus bangsa Indonesia tidak hanya membutuhkan pendidikan akademik saja, pendidikan karakter juga harus ditanamkan pada setiap individu agar kelak generasi muda mampu mengatasi berbagai tantangan dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu, perlu dibangunnya keseimbangan antara Intelligence Quotient (IQ), Emotional Quotient (EQ), dan Spirituality Quotient (SQ) pada lingkupan Pendidikan agar generasi muda tidak hanya sebatas cerdas, tapi juga mematuhi nilai-nilai etika dan norma-norma sosial yang mengatur perilaku mereka.

SARAN

Demi terwujudnya visi Indonesia Emas 2045, Indonesia tidak seharusnya fokus pada pendidikan akademik saja, tetapi pendidikan karakter juga harus ditanamkan sejak dini agar terwujudnya generasi muda yang cerdas juga berbudi pekerti. Tidak ada salahnya apabila bangsa kita mencoba dengan konsep “Regarding self” seperti metode dootoku-kyoiku pada pendidikan karakter di Jepang, serta sekolah sebagai tempat menimba ilmu juga harus menyediakan berbagai program yang mendukung siswa untuk mengembangkan Emotional Quotient (EQ) dan Spirituality Quotient (SQ) agar seimbang guna meningkatkan moralitas pada generasi muda agar tidak mudah terpengaruh perilaku menyimpang seperti maraknya kenakalan remaja.

DAFTAR PUSTAKA

Gerintya, S. (2019). Tingkat Kejujuran: Indonesia di Jajaran Bawah, Unggul dari Malaysia. Tirto.Id. https://tirto.id/tingkat-kejujuran-indonesia-di-jajaran-bawah-unggul-dari-malaysia-ed4X

Inspirasi Kata. (2022). 20 Quotes Pendidikan dari Tokoh Indonesia. Kumparan.Com. https://kumparan.com/inspirasi-kata/20-quotes-pendidikan-dari-tokoh-indonesia-1zBl3Iu1Xra/full

Kosim, M. (2012). Urgensi Pendidikan Karakter. Karsa: Journal of Social and Islamic Culture, 84–92. https://doi.org/10.19105/karsa.v19i1.78

Rafikaziyana. (2021). Mengenal “Doutoku-kyoiku” sebagai Pendidikan Karakter ala Jepang. Kumparan.Com. https://kumparan.com/rafikaziyanawalida/mengenal-doutoku-kyoiku-sebagai-pendidikan-karakter-ala-jepang-1vxlplrN4Zw/4

Tirto.id. (2023). Demi Indonesia Emas, Pendidikan Berkualitas adalah Kunci. Tirto.Id. https://tirto.id/demi-indonesia-emas-pendidikan-berkualitas-adalah-kunci-gTNe

Leave a Reply